Medan, Kompas - Sastra tutur Batak semakin tenggelam dan tidak banyak lagi dikenal. Banyak karya sastra tutur yang nyaris hilang karena tidak ada lagi penutur dan peminat.
Upaya revitalisasi diperlukan untuk mempertahankan keberadaan sastra tutur Batak. "Barangkali hanya ada beberapa bentuk sastra tutur Batak Toba yang masih eksis, seperti umpama, umpasa, dan tarombo. Lainnya sudah hampir hilang," kata staf Pusat Pengkajian dan Dokumentasi Kebudayaan Batak Manguji Nababan, Kamis (12/10).
Umpama adalah sastra tutur berupa pantun, begitu juga umpasa yang berisi doa dan pengharapan. Tarombo adalah kisah tentang silsilah atau tambo yang menerangkan asal-usul manusia. Umpama dan umpasa masih bisa bertahan karena sering digunakan dalam pesta-pesta adat Batak Toba, sedangkan tarombo masih eksis karena masyarakat Batak sangat peduli dengan asal-usulnya. Namun, sebagian besar sastra tutur Batak mulai tenggelam.Sastra tutur tonggo-tonggo hanya eksis di kalangan masyarakat Parmalim. Sastra tutur huling-hulingan atau hutinsa, torsa-torsa, sitomponen, sigeokgeok, tutur parhataan, dan poda, bagaikan hidup segan mati tak mau. Bahkan, sastra tutur andung, nyanyian sendu untuk orang meninggal, sudah hilang. "Andung dilarang karena dianggap sebagai produk animisme," kata Nababan. Hanya andung-andung, turunan andung berupa pelipur lara, yang masih bisa bertahan. Sastra tutur Batak Karo juga bernasib sama. Seniman Pulumun Ginting yang mempelajari sastra tutur Karo mengatakan, banyak orang Karo yang tidak tahu cerita rakyat atau sastra tutur lainnya. "Saya pernah menceritakan kisah yang dituturkan dalam iringan alat musik, mereka bertanya dari mana saya mendapat cerita itu," katanya. (fro/Kompas 2006)
No comments:
Post a Comment